Orang tua berjenggot dibotol kolesom tukang jamu mulai pasang mata genit, seperti biasa, tatapannya tawarkan lebih dari sekedar pelepas dahaga atau sekedar pengoplos jamu.
Jenggotnya terlihat makin asri saja, seperti begawan bijak yang kenyang pengalaman hidup pada zaman raja raja dulu.
Sementara disudut warung para pencekik lehernya, mulai riuh dalam cakap, tergelak dan terbahak, disudut lain suara gitar mengiringi mulut mulut sengir berdendang, bergoyang.
"Ini malam milik kita kawan" Orang tua berjenggot itu berkata bijak.
"ketimbang menimbang resah hari. lanjutkan gelakmu, lantangkan denting gitar itu karena nada dan teriakan yang keras adalah pembebasan buat kita, toh malam tak akan marah pada keadaan ini, ia tak pernah peduli saat waktunya teraniaya. Sebab besok ia akan ada lagi meniti hidup seperti kita para pelaku hari".
Aku yang akrab dengan orang tua berjenggot itu, menimbang, mencoba menahan ajakannya, sementara kemeriahan gelak dan alunan gitar itu semakin menjadi. Rupanya petuah orang tua berjenggot itu sudah merasuki otak para pencekik lehernya.
Ingin rasanya turut serta dalam pembebasan hari itu, apalagi melihat mata genitnya semakin menggoda juga ekspresi dan tingkah para pencekik lehernya yang semakin menjadi kala menghabiskan malam.
Tapi kuurungkan keinginan itu, karena bayang tubuh polos serta gelinjang istri manis yang menunggu dirumah lebih menarik dahagaku.
Tak sabar menanti pergumulan yang biasa kami lakukan, dengan badan yang sudah terisi obat kuat oplosan ku akan temani dan nikmati lenguhan panjang juga menjilati bulir keringat pada lekuk tubuhnya sampai pagi,
.. ... ....
Selamat tinggal orang tua berjenggot yang bermata genit, mungkin nanti aku akan mencumbumu lebih liat dan meludah serapah dijidatmu yang semakin melebar itu, melebihi para pencekik lehermu malam ini.
Seperti kala itu, saat istriku kabur dengan selingkuhan yang lebih bisa memuaskan birahinya, saat aku kehabisan obat kuat oplosan.